Rabu, 07 Januari 2015

Kota Madinah Al-Munawwarah, Kemurnian Sejarah dan Budaya Peradaban

Kota Madinah Al-Munawwarah merupakan salah satu kota tertua, para sejarawan menisbatkan sejarah berdirinya kota Madinah kepada suatu kelompok dari generasi ke-5 keturunan Nabi Nuh A.S. yang mencari pemukiman untuk tempat tinggal mereka, lalu mereka menemukan dataran yang subur, dipenuhi oleh sumber mata air dan lembah-lembah, dikelilingi gunung-gunung dan bebatuan vulkanik, mereka sampai di tempat tersebut dan membangun perkampungan yang diberi nama Yasrib, sesuai dengan nama pemimpin mereka. Kota Yasrib hidup dalam kurun waktu yang sangat lama tanpa dikenal, kita dapat mengetahui hal tersebut dari peninggalan purbakala yang ditemukan setelahnya, hingga akhirnya nama tersebut muncul di beberapa prasasti dan tulisan kaum Mu'iniyyin, Kildaniyyin, dan Yunani kuno pada abad ke-20 sebelum hijrah nabi Muhammad S.A.W.



Disimpulkan dari prasasti-prasasti dan tulisan-tulisan tersebut, bahwa kota Yasrib sebelumnya merupakan tempat singgah berbagai kafilah antara Negeri Syam dan Yaman, penduduknya hidup dalam ketentraman, jauh dari kejadian-kejadian besar dan peperangan sengit antar kerajaan-kerajaan besar, kota tersebut tunduk kepada pemerintahan yang berkuasa di wilayah Hijaz untuk menyediakan tempat singgah yang aman dan perbekalan berupa air dan kurma, yang dibutuhkan kafilah-kafilah yang melewatinya.
Beberapa sumber sejarah Arab menyebutkan bahwa kota Yasrib setelah itu menyambut utusan baik secara perorangan maupun kabilah dari berbagai wilayah di Jazirah Arab, Palestina dan Yaman,  mereka menetap disana dan bersama para penduduk kota Yasrib yang lain mereka membangun masyarakat multikultural dan agama, anak-anak mereka hidup dalam ketenangan dalam kurun waktu yang lama, hingga suatu saat timbul pertikaian demi kekuasaan yang dimulai oleh seorang pemimpin Yahudi yang bernama Alfatyun, yang mencoba untuk berbuat kedzaliman dan otoriter, maka, Malik bin Ajlan dari kabilah Khazraj membunuhnya, dan juga  memohon bantuan dari kerabatnya di Ghasasinah di Negeri Syam atau Tababiah di Yaman, mereka mengirimkan bantuannya dan mematahkan kekuatan Yahudi.


Tak berselang lama, terjadilah fitnah antara dua kabilah bersaudara, kabilah Aus dan kabilah Khazraj, yang tidak lepas dari peran Yahudi yang memicu kedengkian diantara mereka, sehingga terjadilah peperangan sporadik/berkala selama 6 dekade, yang telah menewaskan  banyak orang. Peperangan terakhir adalah peperangan Buats, yang terjadi pada tahun ke-5 sebelum Hijrah Nabi Muhammad S.A.W, ketika orang-orang bijak dari kedua kabilah menyadari akan kerugian mereka, lalu kedua belah pihak memutuskan untuk berhenti perang dan mencari seseorang yang dapat mewujudkan keamanan, keadilan, dan keharmonisan untuk kota Yasrib.
Di saat yang sama, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- sedang menghadapi kesulitan dari kaum Musyrikin Quraisy, beliau keluar ke Mina pada musim haji untuk berdakwah kepada utusan-utusan kabilah, bertemulah beliau dengan 6 orang jama'ah haji yang berasal dari kota Yasrib pada tahun ke-11 dari kenabian, beliau memperkenalkan agama Islam, maka mereka pun masuk Islam, dan menyampaikan kabar itu ke kota Yasrib.
Pada tahun ke-12 dari kenabian, beliau bertemu dengan 12 orang Yasrib dan beliau membaiat mereka. Pada musim haji tahun ke-13 dari kenabian, beliau bertemu dengan 75 orang, mereka membaiat beliau untuk memberikan pertolongan sekaligus mengundang beliau dan kaum Muslimin untuk berhijrah kepada mereka.






Hijrah Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- merupakan awal sejarah keemasan bagi negeri mulia ini, yang berdampak pada banyak perubahan dalam pondasi kehidupannya. Islam berkembang didalamnya, nama negeri itu pun berubah dan berakhir pula dendam antara dua kabilah yang berseteru, mereka bersatu dalam sebuah nama Qur'ani yang akan selalu dijunjung tinggi selamanya yaitu “Anshar”. Berawal dari sanalah kelompok-kelompok dakwah dan pasukan-pasukan /laskar-laskar jihad bergerak, sampai akhirnya mereka ikut terlibat dalam 2 peperangan besar, yaitu perang Uhud dan perang Ahzab (Parit), hingga kota Madinah bisa terbebas dari kaum Yahudi yang memerangi Islam, lalu mulailah para utusan dari jazirah Arab berdatangan untuk membaiat Rasulullah -Shallallahu 'Aalaihi Wasallam-
Sepanjang sepuluh tahun kehidupan Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- di kota Madinah, kota tersebut menjadi pusat cahaya keimanan, kebudayaan, serta perpolitikan, maka, wahyu yang turun disana dan pengarahan-pengarahan kenabian yang mengiringinya, membentuk pengetahuan dan perilaku yang memiliki budaya tinggi pada generasi para Sahabat, dan membekali mereka risalah untuk disebarkan ke seluruh penjuru, mereka membawanya dengan sangat hati-hati, dan menyebarkannya ke seluruh penjuru yang mereka singgahi, agar risalah tersebut dapat menciptakan pengetahuan yang baru, dan juga agar daerah-daerah lain yang menanamkan risalah yang sama dapat ikut serta dalam mengembangkan pegetahuan tersebut melalui pala ahli Qori' (ahli bacaan Alqur'an), ahli tafsir, ahli fikih, para ulama maupun para sastrawan, maka kota Madinah menjadi ladang menyemai benih dan tempat tumbuh suburnya tanaman tersebut, sekaligus ibukota pertama untuk kebudayaan Islam, dalam berbagai asas/pondasi dan sumbangsihnya kedepan.
Setelah wafatnya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, kota Madinah masih tetap melanjutkan risalah keimanan dan pengetahuannya, ia menjadi pusat pemerintahan Khulafa'ur Rasyidin, dan ibukota Negara Islam yang berkembang, ia tetap menjaga persatuannya dengan memerangi orang-orang murtad, ia mengirimkan para da'i dan pasukan penakluk ke seluruh penjuru dengan tetap mengaplikasikan warisan kenabian dalam kehidupan masyarakat, perilaku, serta pola pendidikan kepada anak-anak mereka, generasi tabi'in.
Dan ketika kekhalifahan berpindah ke tangan Umawiyyah/Bani Umayyah di Damaskus pada tahun 40 H, kota Madinah terbebas dari beban politik, para penduduknya fokus pada rutinitas harian, dan kajian-kajian keilmuan di Masjid Nabawy, dan bangkitlah gerakan pengumpulan Hadist dan Sejarah Islam, muncullah para ahli fikih yang kompeten, yang memberikan fatwa-fatwa dalam beberapa hal baru yang muncul pada kehidupan mereka, kota Madinah menjadi luas, bangunan-bangunan menyebar, rumah-rumah disekitar Wadi Aqiq (Lembah Aqiq) bertambah ramai, bendungan-bendungan dibangun diatas lembah, dibangun area pertanian yang luas, dibangun juga jaringan air pertama yang mengatur sirkulasi air melalui  saluran bawah tanah dari sumur-sumur daerah Quba' menuju Masjid Nabawy dan daerah sekitarnya, juga mengairi kebun-kebun, mereka memberinya nama dengan "mata air biru", dan pembangunan masjid nabawy direnovasi, dilakukan perluasan yang besar dengan teknologi dan dekorasi yang tinggi, danapun bertambah banyak, serta kekayaanpun berkembang. Terkecuali ketika terjadinya kejadian Hurrah pada tahun 63 H yang mana banyak dari panduduk Madinah kehilangan anak-anak mereka, dan selain itu, kota Madinah tidak pernah merasakan gangguan yang besar yang mengganggu kehidupan mereka.




Ketika kekhilafahan berpindah ke tangan Abbasiyah pada tahun 132 H, penduduk Madinah membai'at mereka, kehidupan pada masa itu berlangsung aman dalam kurun waktu yang lama sampai akhir abad ke-2 Hijriah. Terkecuali ketika terjadi dua kejadian besar: pertama, pembunuhan beberapa orang dari bani Umayyah oleh bani Abbasiyah atau kaburnya mereka dari bani Abbasiyah, yang kedua, Pemberontakan Muhammad An-Nafsuz Zakiyyah terhadap khalifah Al-Manshur pada tahun 145 H , ia dikepung dan dibunuh bersama beberapa pembelanya oleh pasukan Abbasiyah yang menyerbu kota Madinah dan menghentikan pemberontakannya. Dan setelah itu, kembalilah kota Madinah pada jalurnya dalam keilmuan dan ekonomi, dan muncullah Imam Malik yang kajiannya dituju oleh para penuntut ilmu dari berbagai Negara Islam.
Pada dekade kedua dari abad ke-3 hijriah, kota Madinah menjadi tujuan Ummat Muslim untuk berziarah ke Masjid Nabawy dan bertemu dengan para ulama besar dunia Islam mereka saling bertemu di masjid ini, dan bertukar bacaan qira'at dan ijazah, dan sebagian lagi berdiam untuk beberapa waktu dalam rangka menyampaikan pelajaran-pelajaran agama, maka, para penuntut ilmu mengambil faidah dari mereka walaupun dalam waktu yang tidak lama.

 





Kota Madinah dikelilingi pagar yang dibangun pada tahun 263 H, pagar tersebut menjaga penduduknya lebih dari dua abad, para pembesar Abbasiyah dan Fathimiyyah berlomba-lomba untuk menarik hati penduduk Madinah dan berceramah dihadapan mereka diatas mimbar Masjid Nabawy, mereka mengirimkan uang dan hadiah. Tak berselang lama, meluaslah bangunan-bangunan dan melewati pagar dari dua sisi, selatan dan barat, maka mereka pun membuat pagar ketiga yang mencakup perluasan bangunan   dengan sumbangan dana dari Sultan Nuruddin Zanki. Dan setelah itu, Shalahuddin Al-Ayyubi beserta anak-anaknya dapat menjaga loyalitas penduduk Madinah kepada pemerintahan Abbasiyah. Lalu keluarga Husainiyyah dari keluarga Al-Muhanna memerintah dan berpindahlah loyalitas mereka kepada para pemerintah Mamalik di Mesir setelah tumbangnya pemerintahan Abbasiyah, pada saat itu kota Madinah secara umum menikmati otonomi daerahnya. Dan pada banyak kesempatan, para pemerintah mengirimkan keputusan pengangkatan dan penurunan jabatan sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh keluarga Husainiyyah, dan sangat jarang mereka mencampuri urusan tersebut, kecuali pada sebagian permasalahan, misalnya jika terjadi konflik besar atau sesuatu hal yang memalukan, maka mereka ikut campur dalam hal tersebut sesuai dengan kebijakan yang mereka sepakati dalam keluarga, akan tetapi, pemerintahan tetap tidak keluar dari anak keturunannya.



Pada dinasti Mamalik, gerakan keilmuan dikota Madinah semakin berkibar, muncullah didalamnya para Ulama, sastrawan, dan sejarawan yang turut memperkaya khazanah pustaka arab dengan karya-karya yang monumental, khususnya tentang sejarah kota Madinah dan tempat-tempat bersejarah didalamnya, sehingga era tersebut dianggap sebagai era terkaya dalam karangan buku-buku yang ada di kota Madinah dan tentang kota Madinah, dan sebelum habisnya dinasti Mamalik, pemerintahan kota Madinah diikutkan dalam pemerintahan Makkah, maka melemahlah kekuasaan pemerintah Husainiyyin, mereka dijadikan wakil dalam menjalankan pemerintahan mereka yang ikut kepada saudara sepupu mereka yang memerintah kota Makkah.
Dan ketika kaisar Utsmaniyyah yang pertama yang bernama Salim (yang pertama), berkuasa di Mesir, Pemerintah kota Makkah mengirimkan kepadanya seorang utusan yang membawa kunci dua tanah suci, sebagai tanda tunduknya mereka pada kekuasaan Utsmaniyyah, dan itulah awal permulaan kota Hijaz dengan dua kota sucinya masuk didalam kekuasaan Utsmaniyyah.
Kekaisaran Utsmaniyyah sangat memperhatikan kota Madinah dan mengirimkan dana yang besar, mereka merenovasi pagarnya serta membangun didalamnya benteng yang kokoh sebagai pengamanan militer yang mereka kirim. Mereka mengatur sistem pemerintahannya dan tetap menjadikan pemerintahan kota Madinah ikut dengan pemerintahan Makkah seperti sebelumnya, lalu secara bertahap kota Madinah diberi kebebasan. Pekerjaan militer ditentukan langsung dari ibukota kekaisaran, dan Syekh Masjid Nabawy menjadi sosok yang mempunyai kedudukan tertinggi secara administratif.




Orang yang hijrah ke kota Madinah semakin banyak, mereka datang dari berbagai Negara Islam, baik perorangan maupun keluarga. Masyarakat Madinah menjadi masyarakat yang heterogen, perpaduan antara masyarakat Islam Eropa, Asia, dan Afrika, khususnya pada abad terakhir dari dinasti Utsmaniyyah yang memerintah lebih dari 4 abad (923-1337 H). Kota Madinah mencetak keseluruhan masyarakatnya dengan karakter agama dan kemasyarakatan. Ikatan kekeluargaan meluas antar suku dan negara untuk menambah keakraban dan keharmonisan diantara masyarakatnya. Perwakafan sosial dan keilmuan semakin aktif, beberapa sekolah dan perpustakaan pun dibangun dan diwakafkan oleh para tokoh-tokoh terpandang dan para orang kaya, dan kajian keilmuan di Masjid Nabawy terus berlanjut.
Pada seperempat awal dari abad ke-14 H, kota Madinah menyaksikan pertumbuhan dan kemakmuran yang besar. Kabel telegraf dan rel kereta api sudah memasuki Madinah atas prakarsa Sultan Abdul Hamid ke-2 yang berusaha keras untuk membangunnya demi kemudahan kaum Muslimin dalam menjalankan kewajiban Ibadah Haji, sekaligus agar menjadi jalur penghubung antar wilayah dalam negeri. Jumlah penduduk Madinah bertambah banyak hingga lebih dari tiga kali lipat, dan perdagangan pun semakin berkembang.
Namun, terjadinya perang dunia pertama, dan posisi sulit Dinasti Utsmaniyyah yang saat itu dikuasai oleh “Kelompok Persatuan dan Kemajuan” dalam peperangan sengit tersebut, mengakibatkan kota Madinah menderita kerugian yang besar, Pemimpin kota Makkah ketika itu, Syarif Husain, dan anak-anaknya memimpin revolusi besar melawan kekaisaran Utsmaniyyah dan berusaha menjatuhkan kekhalifahan. Dunia islam terpecah belah diantara mereka, dan pemimpin Utsmaniyyah yang bernama Fakhri Pasha mengorbankan jiwa raganya dalam membela kota Madinah yang kala itu dikepung oleh tentara Syarif Husain, ia menganjurkan penduduk Madinah untuk hijrah keluar dari kota tersebut untuk menyudahi pertempuran yang belum pernah terjadi sebelumnya, kemudian ia menyuruh mereka yang belum keluar dari kota Madinah -karena tunduk- untuk meninggalkan kota tersebut, hingga hanya sedikit yang tersisa dari penduduk Madinah, yaitu beberapa keluarga saja. Pada awalnya, penduduk Madinah rela menghadapi kondisi seperti ini, namun ketika beban peperangan semakin berat, orang-orang yang berhijrah dari Madinah mengalami hal-hal yang sangat pahit, dan sebagian lain mengeluhkan kenaikan harga, kelaparan, dan pengepungan. Perlawanan Fakhri Pasha berlanjut sampai setelah jatuhnya ibukota kekhalifahan di tangan para sekutu, dan datangnya perintah dari mereka untuk menyerah, maka sebagian pengikutnya berbalik melawannya dan menyerahkan kota Madinah kepada kekhalifahan Hasyimiyyah pada tahun 1337 H.

 



Kondisi Kota Madinah membaik pada era kekhalifahan Hasyimiyyah, sebagian besar dari penduduk asal kembali ke kota, akan tetapi lemahnya kekuatan negara dan pendeknya masa kekhalifahan Hasyimiyyah serta keterlibatan mereka dalam pergulatan dengan kekuasaan Saudi yang berkembang di kota Najd menjadikan kota Madinah merintih untuk sekian waktu karena dampak pergulatan tersebut.
Madinah menantikan suasana kondusif untuk maju dan berkembang. Masyarakat mengirim surat kepada Raja Abdul Aziz yang saat itu berupaya mempersatukan negara. Maka Raja Abdul Aziz mengirimkan putranya yang bernama Muhammad, ia mengambil alih pemerintahan kota Madinah pada tanggal 19 Jumadal Ula 1344 H, lalu ia mewakili ayahnya dalam pengambilan bai'at (sumpah setia) dari penduduk Madinah, sejak itulah era baru kehidupan kota Madinah yang suci dimulai, kota tersebut masuk didalam kawasan Kerajaan Arab Saudi, dan menjadi salah satu dari wilayah pemerintahannya yang terpenting.
Kota Madinah mendapat perhatian yang sangat besar dari Raja Abdul Aziz dan putra-putranya dalam berbagai segi, dalam pengelolaan, kebudayaan, maupun pembangunannya. Masjid Nabawy mendapat perhatian khusus dari mereka, Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk mengadakan perluasan pertama era Kerajaan Arab Saudi sehingga luas Masjid Nabawy menjadi dua kali lipat dari sebelumnya, dan para Raja yang bertahta setelah itu ikut andil dalam perluasan baru, baik bangunannya, terasnya, maupun pengembangan peralatannya, serta pelayanannya untuk orang-orang yang sholat disana maupun para peziarah.
Perluasan terbaru yaitu perintah Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah, mulai dari pemasangan payung di areal teras masjid, perluasan bangunan dan teras sehingga mampu melipatgandakan daya tampung jama'ah, dan jadilah masjid tersebut bangunan istimewa yang memberikan kondisi terbaik, untuk beribadah dengan nyaman dan tenang. Sepanjang tujuh dekade yang lalu dari era kerajaan Arab Saudi, kota Madinah mengalami perkembangan yang pesat, dari peningkatan jumlah penduduk yang mencapai lima kali lipat, semakin luasnya pembangunan di segala segi, dua tanah vulkanik bagian timur dan barat pun membaik, dipenuhi oleh gedung-gedung, kebun-kebun, maupun pelataran serta jalan-jalan baru.
Bangunan disekitar Masjid Nabawy dikonstruksi ulang sesuai dengan sistem konstruksi universal yang mutakhir, untuk dijadikan pusat kota dan untuk memberikan pelayanan pemondokan dan perbelanjaan bagi para peziarah kota Madinah dari seluruh dunia. Pendidikan juga berkembang. Berbagai universitas dan lembaga pendidikan telah meluluskan ribuan sarjana di berbagai bidang. Ilmu pengetahuan menyebar luas pada generasi baru, baik laki-laki maupun perempuan, muncullah dari mereka para ulama, penulis, sastrawan, dan wartawan. Karya mereka ikut berperan dalam revitalisasi gerakan budaya di kota Madinah secara khusus, dan di Kerajaan Arab Saudi secara umum.
Dan sekarang, pekerjaan untuk meningkatkan peradaban baru sedang dilakukan dengan menciptakan kota pengetahuan ekonomi yang menggunakan teknik arsitektur modern terbaru untuk pembangunan kota percontohan, dan untuk menarik para ilmuan, pakar, dan investor serta universitas-universitas internasional unggulan, agar menjadi yang terdepan dalam bidang pengetahuan, kebudayaan, dan perekonomian, dan juga untuk meneruskan risalah kota Madinah yang sudah ada sejak zaman awal keemasannya, yaitu risalah cahaya, kebaikan dan perdamaian.
Kota Madinah ketika memikul tanggung jawab menjadi Ibukota Kebudayaan Islam selama satu tahun lamanya, mengingatkan kita pada cikal bakal kebudayaan Islam yang berkembang disana. Benihnya menyebar ke seluruh dunia Islam agar tumbuh dimanapun ia ditebar, dan menjadi ladang peradaban Islam yang mengharumkan sejarah selama berabad-abad, dan untuk menekankan bahwa akar tumbuhan itu masih tetap tumbuh subur di tanahnya, dan akan tumbuh menjadi bunga-bunga harum dan buah-buahan masak dengan izin Allah kemudian dengan semangat para pengemban tanggung jawab momentum, maka tempat itupun penuh dengan acara-acara yang menjanjikan, dan para pekerja laksana lebah madu yang tak pernah berhenti, sedangkan harapan akan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bahagia Itu SEDERHANA

dago dreampark Menawarkan berbagai background unik untuk photo dalam berbagai momen yang bisa Anda tangkap di Dago Dreampark. Tempat wi...