Minggu, 26 April 2015

JABAL UHUD (Gunung UHUD)




Jabal Uhud (gunung Uhud), adalah gunung batu berwarna kemerahan, tidaklah begitu besar, tingginya hanya 1.050 meter dan terpisah dari bukit-bukit lainnya. Berlokasi sekitar 5 kilometer sebelah utara kota Madinah.

Bentuk Jabal Uhud, seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung-gunung yang lain. Sementara umumnya bukit di Madinah, berbentuk sambung menyambung. Karena itulah, penduduk Madinah menyebutnya Jabal Uhud yang artinya ‘bukit menyendiri’. Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.

Di bukit inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.

Anas radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw memandang ke Uhud sambil bersabda,”Sesungguhnya Uhud adalah gunung yang sangat mencintai kita, dan kita pun mencintainya.” (HR. Muslim : 1393).

Disunnahkan ketika berziarah ke Jabal Uhud ini kita memberi salam kepada para suhada Uhud serta mendoakannya. Sebelum dibangun jalan baru yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah oleh pemerintah Kerajaan Saudi, Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang hendak menuju Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.

Sejarah Jabal Uhud
Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.

Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.

Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah saw memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah saw yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.

Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.

Namun, kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah saw telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi.

Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.

Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah saw, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah saw sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.

Kematian paman Rasulullah saw ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seorang kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini.

Dalam pertempuran itu, Rasulullah saw juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah saw, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.

Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammad saw memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada. Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.

Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad saw) di lokasi terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.

Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.

Namun demikian, ziarah ke Jabal Uhud telah menjadi menu penting bagi segenap jamaah haji atau umrah, ketika berada di Kota Suci Madinah. Dari manapun mereka berasal, mereka bisanya akan berusaha berziarah ke kompleks makam tersebut.

Seperti yang dikisahkan, lantaran kecintaan Rasulullah saw kepada para syuhada Uhud, beliau senantiasa berziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Langkah beliau kemudian juga diikuti oleh beberapa sahabat sesudah Rasulullah saw wafat. Bahkan, dikisahkan bahwa Umar dan Abubakar, juga selalu mengingatkan Rasul jika perjalanannya telah mendekati Uhud.

Rasulullah saw bersabda,”Mereka yang dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali ruhnya berada didalam burung hijau yang melintasi sungai Surgawi. Burung itu memakan makanan dari taman surga dan tak pernah kehabisan makanan. Pada syuhada itu berkata siapa yang akan menceritakan kondisi kami kepada saudara kami bahwa kami sudah berada di surga.”

Maka Allah SWT berfirman ,” Aku yang akan memberi kabar kepada mereka.” Maka dari situ kemudian turun ayat yang berbunyi,” Dan janganlah mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah SWT itu meninggal (Qs 3:169)

Hingga kini, Jabal Uhud menjadi tempat penting untuk diziarahi oleh para jamaah haji. Di tempat ini, biasanya banyak mutawwif yang memandu memimpin doa. Di dalam buku panduan haji sendiri telah dicantumkan doa ketika ziarah ke Bukit Uhud. Biasanya di tempat ini panas amat terik. Ada yang menganjurkan berziarah ke Uhud pada hari Kamis dan Jumat sebagaimana Rasulullah saw melakukan

Kamis, 23 April 2015

JABAL RAHMAH (Gunung Rahmat / Kasih Sayang)





Makkah - Ada satu tempat yang tak pernah sepi dari kunjungan para jamaah haji. Tempat itu bernama Jabal Rahmah, suatu gunung yang disebut-sebut punya kisah pertemuan cinta Adam dan Hawa. Bahkan, terdapat monumen yang menandakan romantisme keduanya.

Ada banyak tempat yang menyimpan kisah dan sejarah para nabi di Tanah Suci, Makkah. Jamaah haji pun sering kali melakukan napak tilas dan berdoa di tempat-tempat tersebut dan sekitarnya. Satu tempat yang paling bersejarah adalah Jabal Rahmah.

Dari situs Ministry of Hajj Kingdom of Saudi Arabia, Jumat (11/10/2013) Jabal Rahmah berada di tepi Arafah yang merupakan suatu kawasan di bagian timur luar Kota Makkah. Jabal Rahmah pun tak jauh dari Padang Arafah, tempat para jamaah haji melakukan ibadah wukuf.

Rahmah memiliki arti kasih sayang. Nama tersebut diambil dari suatu kisah yang diyakini umat Muslim, yaitu pertemuan antara Adam dan Hawa. Jadi, ketika Adam dan Hawa diturunkan ke bumi olah Allah, mereka diturunkan secara terpisah.

Hingga akhirnya, kedua manusia pertama di muka bumi tersebut bertemu di Jabal Rahmah. Untuk mengenangnya, di atas Jabal Rahmah terdapat suatu tugu yang terbuat dari beton persegi empat dengan lebar 1,8 meter dan tingginya 8 meter. Masyarakat setempat percaya, lokasi bertemunya Adam dan Hawa persis di titik tugu tersebut.

Jabal Rahmah sendiri bisa dibilang sebagai bukit. Tingginya hanya sekitar 70 meter saja dan bisa didaki jamaah haji dengan melewati sekitar 160-an anak tangga. Mendaki Jabal Rahmah dari dasar hingga mencapai tugu Adam dan Hawa, biasanya menghabiskan waktu sekitar 15 menit saja.

Di dekat monumennya, banyak jamaah haji yang berdoa. Ada pula yang terpesona oleh pemandangan Padang Arafah yang bisa dilihat jelas dari atas Jabal Rahmah. Pemandangan cantik yang jadi saksi bisu pertemuan kembali Adam dan Hawa di bumi.

Jabal Rahmah juga jadi tempat bersejarah bagi perjalanan Nabi Muhammad. Di sanalah dirinya menerima wahyu terakhir dari Allah, sekaligus penyempurna dari ajaran Islam.

Banyak yang percaya, jika berdoa minta jodoh di Jabal Rahmah maka permintaannya cepat dikabulkan. Selain itu, sejarah dan pemandangan yang terlihat dari Jabal Rahmah sudah mampu mencuri perhatian jamaah haji.

Sayang, banyak jamaah mencorat-coret tugu Adam dan Hawa. Ingat, jangan sekali-sekali ikut mencoret-coret tugu Adam dan Hawa di sana. Cukup dengan berfoto saja, itu sudah jadi kenang-kenangan tak terlupakan. Selamat mendaki Jabal Rahmah, yang punya kisah romantisme cinta Adam dan Hawa. 



Jumat, 17 April 2015

Ziarah ke Pemakaman Ma'la

 

Satu kilo meter kearah timur laut masjidil Haram terdapat Pemakaman Ma'la bisa di tempuh dengan berjalan kaki. Pemakaman Ma'la membentang menghadap bukit Assyaidah ( bukit Siti Khadijah ) sepanjang lebih kurang sembilan ratus meter mulai dari sebelah fly ofer yang bersebelahan dengan masjid Asyajarah didaerah Al-Hujun sampai dengan pasar Zumaizah. Pekuburan yang sudah berumur lebih dari 2000 tahun ini, di lintasi flay ofer yang menuju distrik Uthaibiyah.

Semenjak zaman dahulu Ma'la menjadi tempat pekuburan orang-orang Makkah. Pada mulanya pekuburan Ma'la adalah tempat di kuburkannya keluarga Bani Hasim, yang kemudian dijadikan pemakaman umum.

Orang yang pertama kali di kuburkan adalah Qushai bin Qilab nenek moyang suku Quraisy. Kemudian kakek Nabi saw diantaranya: Abdul Manaf bin Qushai, Hasim bin Abdul Manaf, Abdul Muthalib bin Hasim, selain dari kake-kakek Nabi, juga di makamkan paman-paman beliau yaitu Abu thalib,  Al-Walid ibnu Mughirah kemudian putra-putra beliau yang bernama Qhasim. Dan diantaranya ada sahabat sahabat beliau yang di makamkan disana, diantaranya: Abdullah bin Yasir (saudara Ammar bin Yasir), Abdurahman bin Abu Bakar Siddik, Abdullah bin Umar ibnu Khathab, Abdullah bin Zubair. Dan sahabiyah yang pertama kali mati sahid adalah Sumaiyah juga di makamkan disini, dan masih banyak lagi para sahabat yang di makamkan di pekuburan Ma'la tersebut.

Pemakaman utama dari pekuburan Ma'la ini adalah terdapat makam istri baginda Nabi yaitu Siti Khadijah binti Khuwalid ra yang letaknya ditunjukan seperti di dalam gambar diatas. Makam beliau tepat berada di bawah kaki bukit Asyyaadiyah. Dahulunya kuburan Siti khadijah diberi kubah, setelah berdirinya kerajaan Al-saud, setiap makam yang memiliki kubah atupun ditembok tinggi semua di ratakan, sesuai dengan salah satu keterangan hadist dari Djabir Rhadiallaahu ‘anhu, dimana dia berkata:

”Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam telah melarang menembok kubur, duduk di atasnya dan membuat bangunan di atasnya” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’i dan Abu Dawud)

Di pekuburan Ma'la sulit dibedakan mana makam Siti Khadijah dan makam para sahabat karena setiap makam hanya di tandai batu kecil sekepalan tangan orang dewasa saja sebagai batu nisannnya. yang paling jelas kelihatan adalah makam istri Nabi yang di tandai dengan pagar berwarna hijau yang menuju ke arah makam beliau.

Di kota Makkah banyak pekuburan, yang terbesar adalah pekuburan yang berada di madinatu Syoraya yang masih berada di kawasan tanah Haram. Tetapi di antara semua pekuburan yang ada di kota Makkah pekuburan Ma'la lah yang mempunyai keistimewaan. Rasulullah Saw bersabda,"Sebaik-baik kuburan adalah ini (Ma'la )" (HR.Al-bazar)

Seperti yang disebutkan tadi makam istri Nabi dan Sahabat di makamkan di sini. Jika ada jamaah haji / jamaah umroh yang wafat di kota Makkah, maka jenazahnya setelah di sholatkan di Masjdil Haram akan di makamkan di pekuburan Ma'la, tetapi setelah di bukanya pekuburan yang ada di kota Shoraya jamaah haji yang wafat tidak lagi makamkan di pekuburan Ma'la, kecuali dia meninggal saat sedang berada di dalam Masjidi Haram.

Pada musim haji atau musim umroh, banyak jamaah haji yang menyempatkan diri datang berziarah  ke pekuburan Ma'la, untuk datang berziarah ke makam Siti Khadijah dengan berjalan kaki, perjalanan akan ditempuh sekitar dua puluh lima menit dari masjdil Haram karena letak makam Istri Nabi berada di ujung kuburan sebelah timur. Untuk area pekuburan istri Nabi selalu tertutup, peziarah hanya bisa melihat dari jalan raya saja.



Jumat, 30 Januari 2015

Pemakaman Baqi, Nisan Tanpa Nama


Di makam ini keluarga dan sabahat Nabi dimakamkan.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/547670-pemakaman-baqi--nisan-tanpa-nama


Kompleks pemakaman Baqi terletak di timur Masjid Nabawi. Pemakaman ini juga dikenal sebagai Jannatul Baqi. Nama ini berarti 'Taman Surga'. Nama lain yang cukup dikenal untuk pemakaman ini adalah Baqi’ Al-Gharqad. Begitu masuk gerbang yang dijaga ketat 4-5 orang askar, tampak hamparan makam yang sangat luas. Di situlah makam ribuan bahkan mungkin jutaan umat muslim yang meninggal di Madinah dimakamkan.
Makam-makan tersebut hanya berupa ribuan gundukan tanah kering dengan dua batu alam sebagai penanda setiap makam. Tidak ada nisan bernama seperti layaknya pemakaman di tanah air.  Lokasi pemakaman sahabat kami, Lukman, yang sudah bertahun-tahun menjadi pengemudi MCH terletak agak dalam. Posisinya di tengah-tengah kompleks pemakaman. Pemakaman Baqi memiliki banyak arti penting. Di pemakaman ini dimakamkan jasad para sahabat dan keluarga Nabi saw. Riwayat menyebutkan bahwa Nabi melakukan doa setiap kali beliau melewati pemakaman.
Pada masa pembangunan Masjid Nabawi, As’ad bin Zararah, salah seorang sahabat Nabi wafat. Nabi Muhammad memilih daerah sebagai pemakaman dan As’ad adalah orang pertama yang dimakamkan di pemakaman Baqi dari kalangan Anshar. Riwayat lain menyebutkan sahabat pertama yang dimakamkan di Baqi adalah Utsman bin Madhun wafat tahun 3 Hijriah. Di Baqi ini ada makam puteri Nabi SAW yakni Siti Fatimah, Imam Hassan, Imam Husein meski hanya kepala (cucu Nabi), Imam Jafar Shadiq, Abbas bin Abdullah (paman Nabi), Halimatus Sadiyah (ibu susu Nabi), serta seluruh istri Nabi kecuali Siti Khadijah yang dimakamkan di Mala, Mekkah. Putera dan puteri Nabi pun seluruhnya dimakamkan di sini. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Ibrahim, Ruqayyah, Zainab, dan Umi Kaltsum. Petugas pemakaman Baqi merupakan bagian dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang menganut paham Wahabi, yang tidak mentolerir ziarah kubur.
Mereka khawatir banyak muslimin terjerumus kemusyrikan. Ziarah kubur  sambil membaca doa-doa, apalagi disertai menangis, dianggap bid’ah sehingga dilarang. Ini berseberangan dengan kebiasaan peziarah (muslimin) dari Iran, Turki, India, Pakistan, Bangladesh dan Asia Tenggara. Ziarah kubur merupakan bagian dari kultur mereka. Untuk menghindari ziarah itu pula, di belakang pintu masuk Baqi ada papan pengumuman dalam beberapa bahasa, agar para pengunjung tidak musyrik. Misalnya memuja-muja kuburan, membawa tanah kuburan atau meminta-minta sesuatu kepada kuburan. Di tengah-tengah areal pemakaman yang terletak persis di sisi kanan Masjid Nabawi, petugas pemakaman senantiasa memperingatkan pengunjung agar tidak melakukan bid'ah. Kalau peziarah berkerumun di suatu kubur yang diduga kuburan Siti Fatimah, misalnya, petugas segera menghalau. Apalagi kalau jemaah itu berdoa sambil menangis di sisi kuburan.

Rabu, 07 Januari 2015

Kota Madinah Al-Munawwarah, Kemurnian Sejarah dan Budaya Peradaban

Kota Madinah Al-Munawwarah merupakan salah satu kota tertua, para sejarawan menisbatkan sejarah berdirinya kota Madinah kepada suatu kelompok dari generasi ke-5 keturunan Nabi Nuh A.S. yang mencari pemukiman untuk tempat tinggal mereka, lalu mereka menemukan dataran yang subur, dipenuhi oleh sumber mata air dan lembah-lembah, dikelilingi gunung-gunung dan bebatuan vulkanik, mereka sampai di tempat tersebut dan membangun perkampungan yang diberi nama Yasrib, sesuai dengan nama pemimpin mereka. Kota Yasrib hidup dalam kurun waktu yang sangat lama tanpa dikenal, kita dapat mengetahui hal tersebut dari peninggalan purbakala yang ditemukan setelahnya, hingga akhirnya nama tersebut muncul di beberapa prasasti dan tulisan kaum Mu'iniyyin, Kildaniyyin, dan Yunani kuno pada abad ke-20 sebelum hijrah nabi Muhammad S.A.W.



Disimpulkan dari prasasti-prasasti dan tulisan-tulisan tersebut, bahwa kota Yasrib sebelumnya merupakan tempat singgah berbagai kafilah antara Negeri Syam dan Yaman, penduduknya hidup dalam ketentraman, jauh dari kejadian-kejadian besar dan peperangan sengit antar kerajaan-kerajaan besar, kota tersebut tunduk kepada pemerintahan yang berkuasa di wilayah Hijaz untuk menyediakan tempat singgah yang aman dan perbekalan berupa air dan kurma, yang dibutuhkan kafilah-kafilah yang melewatinya.
Beberapa sumber sejarah Arab menyebutkan bahwa kota Yasrib setelah itu menyambut utusan baik secara perorangan maupun kabilah dari berbagai wilayah di Jazirah Arab, Palestina dan Yaman,  mereka menetap disana dan bersama para penduduk kota Yasrib yang lain mereka membangun masyarakat multikultural dan agama, anak-anak mereka hidup dalam ketenangan dalam kurun waktu yang lama, hingga suatu saat timbul pertikaian demi kekuasaan yang dimulai oleh seorang pemimpin Yahudi yang bernama Alfatyun, yang mencoba untuk berbuat kedzaliman dan otoriter, maka, Malik bin Ajlan dari kabilah Khazraj membunuhnya, dan juga  memohon bantuan dari kerabatnya di Ghasasinah di Negeri Syam atau Tababiah di Yaman, mereka mengirimkan bantuannya dan mematahkan kekuatan Yahudi.


Tak berselang lama, terjadilah fitnah antara dua kabilah bersaudara, kabilah Aus dan kabilah Khazraj, yang tidak lepas dari peran Yahudi yang memicu kedengkian diantara mereka, sehingga terjadilah peperangan sporadik/berkala selama 6 dekade, yang telah menewaskan  banyak orang. Peperangan terakhir adalah peperangan Buats, yang terjadi pada tahun ke-5 sebelum Hijrah Nabi Muhammad S.A.W, ketika orang-orang bijak dari kedua kabilah menyadari akan kerugian mereka, lalu kedua belah pihak memutuskan untuk berhenti perang dan mencari seseorang yang dapat mewujudkan keamanan, keadilan, dan keharmonisan untuk kota Yasrib.
Di saat yang sama, Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- sedang menghadapi kesulitan dari kaum Musyrikin Quraisy, beliau keluar ke Mina pada musim haji untuk berdakwah kepada utusan-utusan kabilah, bertemulah beliau dengan 6 orang jama'ah haji yang berasal dari kota Yasrib pada tahun ke-11 dari kenabian, beliau memperkenalkan agama Islam, maka mereka pun masuk Islam, dan menyampaikan kabar itu ke kota Yasrib.
Pada tahun ke-12 dari kenabian, beliau bertemu dengan 12 orang Yasrib dan beliau membaiat mereka. Pada musim haji tahun ke-13 dari kenabian, beliau bertemu dengan 75 orang, mereka membaiat beliau untuk memberikan pertolongan sekaligus mengundang beliau dan kaum Muslimin untuk berhijrah kepada mereka.






Hijrah Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- merupakan awal sejarah keemasan bagi negeri mulia ini, yang berdampak pada banyak perubahan dalam pondasi kehidupannya. Islam berkembang didalamnya, nama negeri itu pun berubah dan berakhir pula dendam antara dua kabilah yang berseteru, mereka bersatu dalam sebuah nama Qur'ani yang akan selalu dijunjung tinggi selamanya yaitu “Anshar”. Berawal dari sanalah kelompok-kelompok dakwah dan pasukan-pasukan /laskar-laskar jihad bergerak, sampai akhirnya mereka ikut terlibat dalam 2 peperangan besar, yaitu perang Uhud dan perang Ahzab (Parit), hingga kota Madinah bisa terbebas dari kaum Yahudi yang memerangi Islam, lalu mulailah para utusan dari jazirah Arab berdatangan untuk membaiat Rasulullah -Shallallahu 'Aalaihi Wasallam-
Sepanjang sepuluh tahun kehidupan Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wasallam- di kota Madinah, kota tersebut menjadi pusat cahaya keimanan, kebudayaan, serta perpolitikan, maka, wahyu yang turun disana dan pengarahan-pengarahan kenabian yang mengiringinya, membentuk pengetahuan dan perilaku yang memiliki budaya tinggi pada generasi para Sahabat, dan membekali mereka risalah untuk disebarkan ke seluruh penjuru, mereka membawanya dengan sangat hati-hati, dan menyebarkannya ke seluruh penjuru yang mereka singgahi, agar risalah tersebut dapat menciptakan pengetahuan yang baru, dan juga agar daerah-daerah lain yang menanamkan risalah yang sama dapat ikut serta dalam mengembangkan pegetahuan tersebut melalui pala ahli Qori' (ahli bacaan Alqur'an), ahli tafsir, ahli fikih, para ulama maupun para sastrawan, maka kota Madinah menjadi ladang menyemai benih dan tempat tumbuh suburnya tanaman tersebut, sekaligus ibukota pertama untuk kebudayaan Islam, dalam berbagai asas/pondasi dan sumbangsihnya kedepan.
Setelah wafatnya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-, kota Madinah masih tetap melanjutkan risalah keimanan dan pengetahuannya, ia menjadi pusat pemerintahan Khulafa'ur Rasyidin, dan ibukota Negara Islam yang berkembang, ia tetap menjaga persatuannya dengan memerangi orang-orang murtad, ia mengirimkan para da'i dan pasukan penakluk ke seluruh penjuru dengan tetap mengaplikasikan warisan kenabian dalam kehidupan masyarakat, perilaku, serta pola pendidikan kepada anak-anak mereka, generasi tabi'in.
Dan ketika kekhalifahan berpindah ke tangan Umawiyyah/Bani Umayyah di Damaskus pada tahun 40 H, kota Madinah terbebas dari beban politik, para penduduknya fokus pada rutinitas harian, dan kajian-kajian keilmuan di Masjid Nabawy, dan bangkitlah gerakan pengumpulan Hadist dan Sejarah Islam, muncullah para ahli fikih yang kompeten, yang memberikan fatwa-fatwa dalam beberapa hal baru yang muncul pada kehidupan mereka, kota Madinah menjadi luas, bangunan-bangunan menyebar, rumah-rumah disekitar Wadi Aqiq (Lembah Aqiq) bertambah ramai, bendungan-bendungan dibangun diatas lembah, dibangun area pertanian yang luas, dibangun juga jaringan air pertama yang mengatur sirkulasi air melalui  saluran bawah tanah dari sumur-sumur daerah Quba' menuju Masjid Nabawy dan daerah sekitarnya, juga mengairi kebun-kebun, mereka memberinya nama dengan "mata air biru", dan pembangunan masjid nabawy direnovasi, dilakukan perluasan yang besar dengan teknologi dan dekorasi yang tinggi, danapun bertambah banyak, serta kekayaanpun berkembang. Terkecuali ketika terjadinya kejadian Hurrah pada tahun 63 H yang mana banyak dari panduduk Madinah kehilangan anak-anak mereka, dan selain itu, kota Madinah tidak pernah merasakan gangguan yang besar yang mengganggu kehidupan mereka.




Ketika kekhilafahan berpindah ke tangan Abbasiyah pada tahun 132 H, penduduk Madinah membai'at mereka, kehidupan pada masa itu berlangsung aman dalam kurun waktu yang lama sampai akhir abad ke-2 Hijriah. Terkecuali ketika terjadi dua kejadian besar: pertama, pembunuhan beberapa orang dari bani Umayyah oleh bani Abbasiyah atau kaburnya mereka dari bani Abbasiyah, yang kedua, Pemberontakan Muhammad An-Nafsuz Zakiyyah terhadap khalifah Al-Manshur pada tahun 145 H , ia dikepung dan dibunuh bersama beberapa pembelanya oleh pasukan Abbasiyah yang menyerbu kota Madinah dan menghentikan pemberontakannya. Dan setelah itu, kembalilah kota Madinah pada jalurnya dalam keilmuan dan ekonomi, dan muncullah Imam Malik yang kajiannya dituju oleh para penuntut ilmu dari berbagai Negara Islam.
Pada dekade kedua dari abad ke-3 hijriah, kota Madinah menjadi tujuan Ummat Muslim untuk berziarah ke Masjid Nabawy dan bertemu dengan para ulama besar dunia Islam mereka saling bertemu di masjid ini, dan bertukar bacaan qira'at dan ijazah, dan sebagian lagi berdiam untuk beberapa waktu dalam rangka menyampaikan pelajaran-pelajaran agama, maka, para penuntut ilmu mengambil faidah dari mereka walaupun dalam waktu yang tidak lama.

 





Kota Madinah dikelilingi pagar yang dibangun pada tahun 263 H, pagar tersebut menjaga penduduknya lebih dari dua abad, para pembesar Abbasiyah dan Fathimiyyah berlomba-lomba untuk menarik hati penduduk Madinah dan berceramah dihadapan mereka diatas mimbar Masjid Nabawy, mereka mengirimkan uang dan hadiah. Tak berselang lama, meluaslah bangunan-bangunan dan melewati pagar dari dua sisi, selatan dan barat, maka mereka pun membuat pagar ketiga yang mencakup perluasan bangunan   dengan sumbangan dana dari Sultan Nuruddin Zanki. Dan setelah itu, Shalahuddin Al-Ayyubi beserta anak-anaknya dapat menjaga loyalitas penduduk Madinah kepada pemerintahan Abbasiyah. Lalu keluarga Husainiyyah dari keluarga Al-Muhanna memerintah dan berpindahlah loyalitas mereka kepada para pemerintah Mamalik di Mesir setelah tumbangnya pemerintahan Abbasiyah, pada saat itu kota Madinah secara umum menikmati otonomi daerahnya. Dan pada banyak kesempatan, para pemerintah mengirimkan keputusan pengangkatan dan penurunan jabatan sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh keluarga Husainiyyah, dan sangat jarang mereka mencampuri urusan tersebut, kecuali pada sebagian permasalahan, misalnya jika terjadi konflik besar atau sesuatu hal yang memalukan, maka mereka ikut campur dalam hal tersebut sesuai dengan kebijakan yang mereka sepakati dalam keluarga, akan tetapi, pemerintahan tetap tidak keluar dari anak keturunannya.



Pada dinasti Mamalik, gerakan keilmuan dikota Madinah semakin berkibar, muncullah didalamnya para Ulama, sastrawan, dan sejarawan yang turut memperkaya khazanah pustaka arab dengan karya-karya yang monumental, khususnya tentang sejarah kota Madinah dan tempat-tempat bersejarah didalamnya, sehingga era tersebut dianggap sebagai era terkaya dalam karangan buku-buku yang ada di kota Madinah dan tentang kota Madinah, dan sebelum habisnya dinasti Mamalik, pemerintahan kota Madinah diikutkan dalam pemerintahan Makkah, maka melemahlah kekuasaan pemerintah Husainiyyin, mereka dijadikan wakil dalam menjalankan pemerintahan mereka yang ikut kepada saudara sepupu mereka yang memerintah kota Makkah.
Dan ketika kaisar Utsmaniyyah yang pertama yang bernama Salim (yang pertama), berkuasa di Mesir, Pemerintah kota Makkah mengirimkan kepadanya seorang utusan yang membawa kunci dua tanah suci, sebagai tanda tunduknya mereka pada kekuasaan Utsmaniyyah, dan itulah awal permulaan kota Hijaz dengan dua kota sucinya masuk didalam kekuasaan Utsmaniyyah.
Kekaisaran Utsmaniyyah sangat memperhatikan kota Madinah dan mengirimkan dana yang besar, mereka merenovasi pagarnya serta membangun didalamnya benteng yang kokoh sebagai pengamanan militer yang mereka kirim. Mereka mengatur sistem pemerintahannya dan tetap menjadikan pemerintahan kota Madinah ikut dengan pemerintahan Makkah seperti sebelumnya, lalu secara bertahap kota Madinah diberi kebebasan. Pekerjaan militer ditentukan langsung dari ibukota kekaisaran, dan Syekh Masjid Nabawy menjadi sosok yang mempunyai kedudukan tertinggi secara administratif.




Orang yang hijrah ke kota Madinah semakin banyak, mereka datang dari berbagai Negara Islam, baik perorangan maupun keluarga. Masyarakat Madinah menjadi masyarakat yang heterogen, perpaduan antara masyarakat Islam Eropa, Asia, dan Afrika, khususnya pada abad terakhir dari dinasti Utsmaniyyah yang memerintah lebih dari 4 abad (923-1337 H). Kota Madinah mencetak keseluruhan masyarakatnya dengan karakter agama dan kemasyarakatan. Ikatan kekeluargaan meluas antar suku dan negara untuk menambah keakraban dan keharmonisan diantara masyarakatnya. Perwakafan sosial dan keilmuan semakin aktif, beberapa sekolah dan perpustakaan pun dibangun dan diwakafkan oleh para tokoh-tokoh terpandang dan para orang kaya, dan kajian keilmuan di Masjid Nabawy terus berlanjut.
Pada seperempat awal dari abad ke-14 H, kota Madinah menyaksikan pertumbuhan dan kemakmuran yang besar. Kabel telegraf dan rel kereta api sudah memasuki Madinah atas prakarsa Sultan Abdul Hamid ke-2 yang berusaha keras untuk membangunnya demi kemudahan kaum Muslimin dalam menjalankan kewajiban Ibadah Haji, sekaligus agar menjadi jalur penghubung antar wilayah dalam negeri. Jumlah penduduk Madinah bertambah banyak hingga lebih dari tiga kali lipat, dan perdagangan pun semakin berkembang.
Namun, terjadinya perang dunia pertama, dan posisi sulit Dinasti Utsmaniyyah yang saat itu dikuasai oleh “Kelompok Persatuan dan Kemajuan” dalam peperangan sengit tersebut, mengakibatkan kota Madinah menderita kerugian yang besar, Pemimpin kota Makkah ketika itu, Syarif Husain, dan anak-anaknya memimpin revolusi besar melawan kekaisaran Utsmaniyyah dan berusaha menjatuhkan kekhalifahan. Dunia islam terpecah belah diantara mereka, dan pemimpin Utsmaniyyah yang bernama Fakhri Pasha mengorbankan jiwa raganya dalam membela kota Madinah yang kala itu dikepung oleh tentara Syarif Husain, ia menganjurkan penduduk Madinah untuk hijrah keluar dari kota tersebut untuk menyudahi pertempuran yang belum pernah terjadi sebelumnya, kemudian ia menyuruh mereka yang belum keluar dari kota Madinah -karena tunduk- untuk meninggalkan kota tersebut, hingga hanya sedikit yang tersisa dari penduduk Madinah, yaitu beberapa keluarga saja. Pada awalnya, penduduk Madinah rela menghadapi kondisi seperti ini, namun ketika beban peperangan semakin berat, orang-orang yang berhijrah dari Madinah mengalami hal-hal yang sangat pahit, dan sebagian lain mengeluhkan kenaikan harga, kelaparan, dan pengepungan. Perlawanan Fakhri Pasha berlanjut sampai setelah jatuhnya ibukota kekhalifahan di tangan para sekutu, dan datangnya perintah dari mereka untuk menyerah, maka sebagian pengikutnya berbalik melawannya dan menyerahkan kota Madinah kepada kekhalifahan Hasyimiyyah pada tahun 1337 H.

 



Kondisi Kota Madinah membaik pada era kekhalifahan Hasyimiyyah, sebagian besar dari penduduk asal kembali ke kota, akan tetapi lemahnya kekuatan negara dan pendeknya masa kekhalifahan Hasyimiyyah serta keterlibatan mereka dalam pergulatan dengan kekuasaan Saudi yang berkembang di kota Najd menjadikan kota Madinah merintih untuk sekian waktu karena dampak pergulatan tersebut.
Madinah menantikan suasana kondusif untuk maju dan berkembang. Masyarakat mengirim surat kepada Raja Abdul Aziz yang saat itu berupaya mempersatukan negara. Maka Raja Abdul Aziz mengirimkan putranya yang bernama Muhammad, ia mengambil alih pemerintahan kota Madinah pada tanggal 19 Jumadal Ula 1344 H, lalu ia mewakili ayahnya dalam pengambilan bai'at (sumpah setia) dari penduduk Madinah, sejak itulah era baru kehidupan kota Madinah yang suci dimulai, kota tersebut masuk didalam kawasan Kerajaan Arab Saudi, dan menjadi salah satu dari wilayah pemerintahannya yang terpenting.
Kota Madinah mendapat perhatian yang sangat besar dari Raja Abdul Aziz dan putra-putranya dalam berbagai segi, dalam pengelolaan, kebudayaan, maupun pembangunannya. Masjid Nabawy mendapat perhatian khusus dari mereka, Raja Abdul Aziz memerintahkan untuk mengadakan perluasan pertama era Kerajaan Arab Saudi sehingga luas Masjid Nabawy menjadi dua kali lipat dari sebelumnya, dan para Raja yang bertahta setelah itu ikut andil dalam perluasan baru, baik bangunannya, terasnya, maupun pengembangan peralatannya, serta pelayanannya untuk orang-orang yang sholat disana maupun para peziarah.
Perluasan terbaru yaitu perintah Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah, mulai dari pemasangan payung di areal teras masjid, perluasan bangunan dan teras sehingga mampu melipatgandakan daya tampung jama'ah, dan jadilah masjid tersebut bangunan istimewa yang memberikan kondisi terbaik, untuk beribadah dengan nyaman dan tenang. Sepanjang tujuh dekade yang lalu dari era kerajaan Arab Saudi, kota Madinah mengalami perkembangan yang pesat, dari peningkatan jumlah penduduk yang mencapai lima kali lipat, semakin luasnya pembangunan di segala segi, dua tanah vulkanik bagian timur dan barat pun membaik, dipenuhi oleh gedung-gedung, kebun-kebun, maupun pelataran serta jalan-jalan baru.
Bangunan disekitar Masjid Nabawy dikonstruksi ulang sesuai dengan sistem konstruksi universal yang mutakhir, untuk dijadikan pusat kota dan untuk memberikan pelayanan pemondokan dan perbelanjaan bagi para peziarah kota Madinah dari seluruh dunia. Pendidikan juga berkembang. Berbagai universitas dan lembaga pendidikan telah meluluskan ribuan sarjana di berbagai bidang. Ilmu pengetahuan menyebar luas pada generasi baru, baik laki-laki maupun perempuan, muncullah dari mereka para ulama, penulis, sastrawan, dan wartawan. Karya mereka ikut berperan dalam revitalisasi gerakan budaya di kota Madinah secara khusus, dan di Kerajaan Arab Saudi secara umum.
Dan sekarang, pekerjaan untuk meningkatkan peradaban baru sedang dilakukan dengan menciptakan kota pengetahuan ekonomi yang menggunakan teknik arsitektur modern terbaru untuk pembangunan kota percontohan, dan untuk menarik para ilmuan, pakar, dan investor serta universitas-universitas internasional unggulan, agar menjadi yang terdepan dalam bidang pengetahuan, kebudayaan, dan perekonomian, dan juga untuk meneruskan risalah kota Madinah yang sudah ada sejak zaman awal keemasannya, yaitu risalah cahaya, kebaikan dan perdamaian.
Kota Madinah ketika memikul tanggung jawab menjadi Ibukota Kebudayaan Islam selama satu tahun lamanya, mengingatkan kita pada cikal bakal kebudayaan Islam yang berkembang disana. Benihnya menyebar ke seluruh dunia Islam agar tumbuh dimanapun ia ditebar, dan menjadi ladang peradaban Islam yang mengharumkan sejarah selama berabad-abad, dan untuk menekankan bahwa akar tumbuhan itu masih tetap tumbuh subur di tanahnya, dan akan tumbuh menjadi bunga-bunga harum dan buah-buahan masak dengan izin Allah kemudian dengan semangat para pengemban tanggung jawab momentum, maka tempat itupun penuh dengan acara-acara yang menjanjikan, dan para pekerja laksana lebah madu yang tak pernah berhenti, sedangkan harapan akan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat besar.

Bahagia Itu SEDERHANA

dago dreampark Menawarkan berbagai background unik untuk photo dalam berbagai momen yang bisa Anda tangkap di Dago Dreampark. Tempat wi...